Ayah Sempat Tidak Setuju, Tak Pernah Terbersit Pindah Tempat ... - Warta 24 Maluku Utara
GRID_STYLE

Post/Page

Weather Location

{fbt_classic_header}
www.uhamka.ac.id/reg

Ayah Sempat Tidak Setuju, Tak Pernah Terbersit Pindah Tempat ...

Ayah Sempat Tidak Setuju, Tak Pernah Terbersit Pindah Tempat ...

Netizen Fitri Daus, Betah Mengajar di Perbatasan Malut-Papua BaratAyah Sempat Tidak Setuju, Tak Pernah Terbersit Pindah Tempat TugasRabu, 06 Desemb…

Ayah Sempat Tidak Setuju, Tak Pernah Terbersit Pindah Tempat ...

Netizen

Fitri Daus, Betah Mengajar di Perbatasan Malut-Papua Barat

Ayah Sempat Tidak Setuju, Tak Pernah Terbersit Pindah Tempat Tugas

Rabu, 06 Desember 2017 | 18:42 PENGABDIAN: Fitri Daus bersama siswa-siswinya di SMP Negeri 22 Halmahera Tengah. Sebagian siswa tersebut masih ada yang belum bisa membaca, ini mendorong Fitri mendirikan rumah baca di rumah dinasnya.

INDOPOS.CO.ID - Fitri Daus merelakan sebagian masa mudanya dihabiskan di tempat yang terpencil. Membangun insan cendekia, juga mendirikan rumah baca untuk siswa SMP yang belum mengenal huruf.

WAHYUDIN MADJID, Weda

Butuh perjuangan menuju Desa Umiyal. Desa yang menjadi bagian dari wilayah administratif Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Provinsi Maluku Utara itu terletak di Pulau Yoi.

Dari ibu kota Halteng, Weda, menuju Desa Umiyal bisa memakan waktu seharian. Itupun tak bisa langsung berlayar Weda-Yoi. Dari Weda, kapal harus mampir dulu ke Pulau Gebe, ibukota kecamatan tempat Umiyal bernaung. Pelayarannya bisa memakan waktu hingga 12 jam. Begitu kapal sandar di Desa Elfanun, perjalanan masih harus dilanjutkan via jalur darat ke Desa Sanafi yang membutuhkan waktu 1 jam. Di Sanafi barulah ada penyeberangan menuju Pulau Yoi, tempat Desa Umiyal berada. Jarak tempuhnya 1,5 jam.

Umiyal merupakan satu-satunya desa di Yoi. Di dekat Yoi terdapat sebuah pulau tak berpenghuni, Uta. Sebelah tenggara Yoi sudah merupakan wilayah teritorial Provinsi Papua Barat.

Di desa yang begitu terpencil, Fitri Daus, 27, mengabdikan diri. Ia menjadi pengajar di SMP Negeri 22 Halteng. Fitri sendiri berasal dari Desa Tafasoho, Kecamatan Makian Luar, Kabupaten Halmahera Selatan.

Selain terpencil, infrastruktur di desa berpenduduk sekitar 300 jiwa itu amat minim. Hingga kini, Umiyal belum tersentuh jaringan listrik. Tak heran, banyak pendatang yang tak betah tinggal di sana.

Kondisi sekolah tempat Fitri mengajar tak kurang memprihatinkan. Sekolah tersebut hanya memiliki dua guru PNS -Fitri dan Kepala Sekolah Izam Abdul Mutalib- dibantu empat tenaga honorer. Keterbatasan tenaga pengajar membuat Fitri dan koleganya harus mengajar merangkap kelas dan mata pelajaran. "Saya guru bahasa Inggris, tapi juga harus ngajar bahasa Indonesia. Dari kelas 1 sampai 3. Teman guru lain juga seperti itu," ungkap alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Unkhair itu.

Fasilitas penunjang aktivitas belajar, seperti buku, juga tergolong memprihatinkan. Menurut Fitri, keterbatasan itu berpengaruh pada pengetahuan siswa. " ;Anak-anak ke sekolah hanya bawa buku tulis. Buku bacaan sangat jarang, sehingga mereka masih memiliki keterbatasan ilmu pengetahuan," katanya.

Minimnya pengetahuan siswa membuat Fitri tergerak mendirikan rumah baca di rumah dinasnya. Alasan utamanya, sebagian siswa SD dan SMP di Umiyal belum dapat membaca. "Anak-anak di sini ada yang belum tahu membaca. Jadi kalau sudah malam anak-anak datang ke rumah untuk belajar," terangnya.

Fitri sendiri mulai mengabdi di Umiyal sejak 2014, semenjak ia dinyatakan lolos tes CPNS. Saat mengetahui wilayah penempatannya, sang ayah Daus Sontak menyatakan ketidaksetujuannya. Selain jauh, rasa sayang terhadap putri bungsunya itu membuat Daus merasa berat melepas Fitri. "Ayah bilang, tidak perlu ke sana karena tugasnya jauh, apalagi berbatasan dengan Papua Barat. Lebih baik mundur dari PNS, katanya. Tapi ibu dan saudara-saudara setuju," kata Fitri saat ditemui koran ini di SMP 22 pekan lalu.

Fitri yang kadung senang lolos PNS harus berusaha keras merayu ayahnya. Rayuan itu berhasil. "Akhirnya ayah bilang ya jalan sudah, tapi hati-hati. Dan semoga itu menjadi nilai ibadah untuk dunia akhirat,” kisah bungsu dari empat bersaudara itu.

Setelah melalui perjalanan panjang, Fitri akhirnya tiba kali pertama di Umiyal pada 14 Agustus 2014. Meski ditugaskan di lokasi terpencil, ia tak mengeluh. Hatinya terlalu senang menghadapi pengalaman baru.

Sayang, lima hari setibanya di Umiyal, Fitri mendapat kabar duka. Sang ayah meninggal dunia. "Papa meninggal dunia tepat 19 Agustus 2014. Terpaksa besoknya saya kembali ke kampung," tuturnya.

Sepeninggal ayahnya, Fitri yang awalnya mengira hanya akan bertahan beberapa bulan di Umiyal justru makin tertantang mengajar di sana. Apalagi, ibunya Rajilun dan ketiga kakaknya amat mendukung. "Saya pulang kampung kecuali hari libur. Selain itu, tidak pernah. Demi melaksanakan tugas sebagai abdi negara,& quot; ungkapnya sembari tersenyum.

Di tengah keterbatasan itu, perempuan berhijab ini selalu bersemangat menjalankan tugasnya. "Memang pertama kali berpikir tidak ingin lama bertugas di Yoi, dengan kondisi daerah seperti ini. Tapi karena tugas, saya ikhlas tetap jalankan tugas sebagai abdi negara," kata Fitri.

Saat ini, Umiyal sudah seperti kampung sendiri bagi perempuan lajang itu. Ia begitu betah di sana. Penyebabnya tak lain adalah sikap warga terhadapnya. "Di sini, guru sangat dihormati. Ke mana-mana selalu disapa. Komunikasi dengan kepala sekolah juga sangat baik," sambungnya.

Warga di sana memang memperlakukan Fitri seperti saudara sendiri. Ia juga kerap berkunjung dari rumah ke rumah. "Perilaku masyarakat di sini sangat sopan," tuturnya.

Tak pernah lagi terbersit di pikiran Fitri untuk pindah tempat tugas. Sebab baginya, kesempatan mengabdi di wilayah terpencil adalah anugerah. "Yang melekat dalam piki ran sekarang hanya menjalankan tugas ini. Urusan lain belakangan. Bahkan menikah pun belum terpikirkan," katanya seraya tersenyum lebar.(wmj/kai/jpg)

Komentar
Apa Reaksi Anda?
Loading... Suka Suka 0% Lucu Lucu 0% Sedih Sedih 0% Marah Marah 0% Kaget Kaget 0% Aneh Aneh 0% Takut Takut 0% Berita Lainnya Surat Terbuka Buat Denny Siregar

Surat Terbuka Buat Denny Siregar

Rabu, 06 Desember 2017 | 19:57 Tidak Betah Menganggur

Tidak Betah Menganggur

Rabu, 06 Desember 2017 | 18:03 Berawal dari Koin Benggol, 2012 Mulai Berburu

Berawal dari Koin Benggol, 2012 Mulai Berburu

Rabu, 29 November 2017 | 16:55 Dikerjakan dengan Kemampuan Sendiri

Dikerjakan dengan Kemampuan Sendiri

Rabu, 29 November 2017 | 16:50Sumber: Google News | Warta 24 Halmahera Utara

Tidak ada komentar